Dualisme dapat dibedakan
dalam beberapa macam yaitu :
1. Dualisme Sosial
Dualisme sosial merupakan temuan penelitian dari seorang ekonom
Belanda, J. H. Boeke.tentang sebab-sebab kegagalan dari kebijaksanaan (ekonomi)
colonial Belanda di Indonesia.Kegagalan kebijaksanaan ekonomi liberal yang
diterapkan Belanda pada tahun 1870 dalam upaya untuk memperbaiki tingkat
kesejahteraan masyarakat Indonesia, terutama di Jawa, menjadikan kebijaksanaan
colonial ditinjau kembali secara intensif.Berawal dari tesis doktornya pada
tahun 1910, Boeke menyatakan bahwa pemikiran ekonomi Barat tidak bisa
diterapkan dalam memahami permasalahan perekonomian negara-negara jajahan
(tropis) tanpa suatu "modifikasi" teori. Jika ada pembagian
secara tajam, mendalam, dan luas yang membedakan masyarakat menjadi dua
kelompok, maka banyak persoalan sosial dan ekonomi yang bentuk dan polanya
sangat berbeda dengan teori ekonomi Barat sehingga pada akhirnyateori tersebut
akan kehilangan hubungannya dengan realitas dan bahkan kehilangan nilainya.
Oleh karena itu, Boeke menganggap bahwa prokondisi dari dualismenya
adalah hidup berdampingannya dua sistem sosial yang berinteraksi hanya secara
marginal melalui hubungan yang sangat terbatas antara pasar produkdan pasar
tenaga kerja.Prinsip pokok tesis Boeke adalah pembedaan antara tujuan kegiatan
ekonomi di Barat dan Timur secara mendasar.Ia mengatakan bahwa kegiatan ekonomi
di Barat berdasarkan pada rangsangan kebutuhan ekonomi, sedangkan Indonesia
disebabkan oleh kebutuhan-kebutuhan sosial. Secara tajam ia mengkritik
usaha-usaha untuk menjelaskan proses pengalokasian sumberdaya atau
ditribusipendapatan dengan cara menggunakan teori produktivitas marginal dari
kaum Neo Klasik, terutama sekali karena immobilitas sumber daya dalam
masyarakat Timur.
Berbicara mengenai konsep dualismenya sendiri, Boeke mengawali
penjelasannya dengan mengatakan bahwa dalam arti ekonomi masyarakat memiliki
tiga ciri yaitu semangat sosial, bentuk organisasi, dan teknologi yang
mendominasinya. Saling ketergantungan dan saling keterkaitan antara ketiga ciri
tersebut disebut system sosial atau gaya sosial. Suatu masyarakat disebut
masyarakat yang homogen jika didalamnya hanya terdapat satu sistem sosial.
Tetapi, dalam suatu masyarakat bias juga terdapat dua sistem sosial atau lebih.
Masyarakat seperti itu disebut masyarakat duatistik atau majemuk.Di dalam
masyarakat yang dualistik, ada dua sistem sosial yang wujud secara berdampingan
di mana yang satu tidak dapat sepenuhnya menguasai yang lainnya, demikian
sebaliknya. Keadaan dualistic tersebut disebabkan oleh adanya sistem sosial
yang lebih moderen terutama berasal dari negara-negara Barat yang kemudian
berkembang di negara lain sebagai akibat dari adanya penjajahan dan perdagangan
internasional sejak abadyang lalu. Penetrasi sistem sosial yang baru itu
menyebabkan kegiatan dan cara berpikir sebagian masyarakat di negara jajahan
(atau NSB) sama dengan yang terdapat dinegara-negara yang sudah lebih maju.
Sementara itu, di lain pihak perubahan sistem sosialnya sangat kecil sekali,
sehingga keadaan yang terjadi setelah adanya penetrasi tersebut tidak banyak
berubah jika dibandingkan dengan keadaan sebelum penetrasi tersebut.
Berdasarkan keadaan tersebut, Boeke mengemukakan teorinya tentang
dualisme sosial di NSB, dan pengertian tersebut didefinisikannya sebagai suatu
pertentangan dari suatu sistem yang diimpor dengan sistem social pribumi yang
memiliki corak yang berbeda.Penetrasi yang terjadi sebagian besar berawal dari
penetrasi dalam bidang politikyaitu yang berbentuk penjajahan yang dilakukan
oleh beberapa negara Barat terhadap sebagian besar daerah di Asia dan
Afrika.Kemudian penetrasi tersebut berbentuk pengembangan kegiatan-kegiatan
ekonomi moderen di wilayah-wilayah tertentu dalam daerah yang dijajah
tersebut.Kegiatan-kegiatan ekonomi itu terutama sekali adalah dengan
mengembangkan perkebunan-perkebunan yang ditanami tanaman-tanaman ekspor dan
perusahaan-perusahaan pertambangan.
Pengembangan kegiatan-kegiatan ekonomi di atas mengakibatkan
perkembangan ekspor dari berbagai daerah di Asia, Afrika, dan Amerika Latin
lebih cepat darisektor-sektor lainnya pada pertengahan abad ke-19. Perkembangan
tersebutbertambah pesat lagi pada awal abad ke-20 ini.Hal ini tampak pada
perkembangan nilai ekspor dari semua NSB, terutama ekspor bahan mentah, dan
pada perubahan peranan bahan mentah dari NSB tersebut dalam keseluruhan ekspor
bahan mentah dunia.Perkembangan sektor ekonomi moderen, yang pada awalnya
terutama timbul sebagai akibat dari perkembangan kegiatan perusahaan-perusahaan
perkebunan dan pertambangan, juga mengakibatkan perubahan dalam kegiatan-kegiatan
ekonomi di sektor tradisional.Dalam sektor tradisional ini kegiatan pertukaran
semakin meluas dan kegiatan produksi bukan saja dikhususkan untuk menghasilkan
bahan makanan untuk keperluan sendiri (subsisten), tetapi juga untuk tujuan
komersial.Sekarang kegiatan para petani juga meliputi kegiatan produksi untuk
menghasilkan bahan makanan yang berorientasi pada pasar dan menanam tanaman
ekspor.Perkembangan perkebunan-perkebunan besar telah membuka mata para petani
sektor tradisional tentang kemungkinan untuk memperoleh tambahan pendapatan
dengan menanam tanaman-tanaman ekspor.
Kesadaran ini mendorong mereka mengembangkan tanaman ekspor
tersebut dan perkembangan tersebut merupakan salah satu faktor penting yang
menciptakan perluasan kegiatan pertukaran di sektor ekonomi tradisional.Para
petani menjual hasil tanaman ekspornya ke pasar dan kemudian hasil penjualan
tersebut digunakan untuk membeli produk-produk sektor industri dan
kadang-kadang bahan makanan.
Keadaan ini menunjukkan bahwa kegiatan sektor tradisional untuk
mengembangkan tanaman ekspor merupakan salah satu penyebab dalam perubahan
dalam corak kegiatan pertanian di sektor pertanian tradisional dari berupa
kegiatan untuk memenuhi kebutuhan sendiri menjadi meliputi pula usaha untuk
memenuhi keperluan pasar.Namun demikian, perkembangan tersebut tidak banyak
merubah aspek-aspek lain dalam kehidupan masyarakat tradisional. Misalnya
organisasi produksi dan carabercocok tanam keadaannya masih tetap sama dengan
keadaan pada waktu pertanian masih bersifat subsisten. Adat istiadat dan
faktor-faktor sosial lainnya juga tidak mengalami perubahan yang fundamental,
dan perkembangan tingkat pendidikan di sektor tradisional masih sangat
kecil.Oleh karena itu, di dalam masyarakat tersebut terdapat perbedaan yang
sangat mencolok antara kegiatan dan organisasi ekonomi yang dikembangkan
menurutcara-cara yang moderen yang menggunakan teknologi moderen dengan
organisasi masyarakat yang berkembang menurut cara-cara tradisional yang telah
biasa dilakukan di dalam masyarakat tersebut. Sebagai akibatnya timbullah apa
yang kita namakan dualisme sosial, di mana di dalam masyarakat tersebut
terdapat duasistem sosial yang sangat berbeda dan keduanya wujud secara
berdampingan.
Teori dualisme Boeke ini banyak sekali dikritik, tetapi banyak
pula yang mendukungnya. Kritik terhadap teori ini biasanya berasal dari ekonom
Neo Klasik(misalnya Higgins) sedangkan yang mendukungnya biasanya berasal dari
sosiologdan antropolog.
Para ekonom aliran Neo Klasik biasanya menolak berlakunya sistem
dualisme ini karena mereka bertitik tolak dari paradigma Neo Klasik bahwa
dualisme adalah fenomena yang bersifat sementara, sebagai akibat belum
sempumanya pasar; dalam proses pembangunan, menurut mereka dualisme akan
berkurang dan lambat faun akan hilang dengan sendirinya. Secara khusus, Mackie
(1981) dengan tegas mengatakan bahwa teori dualism (Boeke) tidak membantu,
bahkan menghambat usaha mempelajari perekonomian Indonesia Namun demikian dia
juga heran mengapa teori yang dianggap "salah"oleh banyak
sarjana ekonomi itu terus-menerus dibicarakan dalam hubungan dengan
perekonomian Indonesia. Masih banyak kritik lain, misalnya dari beberapapenulis
Belanda, tetapi tidak akan kita bahas di sini karena buku ini hanya bersifat
mengantar untuk memahami permasalahan ini lebih lanjut.
Sementara itu, para sosiolog dan antropolog menyatakan bahwa kalau
memang dalam suatu masyarakat terdapat dualisme, maka sifat tersebut tidak akan
hilang begitu saja dengan adanya proses pembangunan ekonomi. Itulah sebabnya
DiffordGeertz (1963) dengan menggunakan konsep-konsep dualisme dalam ekologi
menunjukkan dukungannya pada teori Boeke. la menggambarkan perbedaanantara
"Indonesia dalam" dan " Indonesia luar",
dan antara sektor perkebunan moderen yang padat modal dengan sektor pertanian
tradisional yang padat karya.
2. Dualisme Teknologi
Benjamin Higgins (1956) mempertanyakan kesahihan dan observasi
empiris Boeke dan menunjukkan contoh yang lebih khusus kegunaan kerangka
analisis ekonomi Barat dalam menghadapi apa yang dikemukakan Boeke Higgins,
yang secara eksplisit menolak dualisme sosialnya Boeke, menemukan bahwa asal
mula dari dualisme adalah perbedaan teknologi antara sektor modern dan sektor
tradisional.
Menurut Higgins, sektor moderen terpusat pada produksi komoditi
primer dalam pertambangan dan perkebunan. Sektor moderen itu mengimpor
teknologinya dari luar negeri.Teknologi impor yang digunakan dalam sektor
modern tersebut bersifat hemat tenaga kerja (labor saving) di mana
secara relatif modal lebih banyak digunakan Keadaan ini berbalikan dengan
keadaan pada sektor tradisionalyang ditandai oleh besarnya kemungkinan untuk
mengganti modal dengan tenaga kerja serta penggunaan metoda produksi yang padat
tenaga kerja (labor intensive). Perkembangan sektor modern terutama
sekali merupakan respons terhadap pasar luar negeri dan pertumbuhannya hanya
mempunyai dampak yang kecil terhadap perekonomian lokal sedangkan perkembangan
sektor tradisional sangat terbatas karena kurangnya tabungan (pernbentukan
modal) dengan kata lain, dualisme teknologi adalah suatu keadaan di mana di
dalam suatu kegiatan ekonomi tertentu digunakan teknik produksi dan organisasi
produksiyang modern yang sangat berbeda dengan kegiatan ekonomi lainnya dan
pada akhirnya akan mengakibatkan perbedaan tingkat produktivitas yang sangat
besar.
Kegiatan-kegiatan ekonomi yang tergolong dalam sektor moderen
antara lain:industri minyak, industri pertambangan lainnya, perkebunan yang
diusahakansecara besar-besaran, industri-industri pengolahan, transportasi, dan
sebagainya. Sedangkan kegiatan-kegiatan ekonomi yang teknologinya rendah antara
lain:pertanian pangan, industri rumah tangga, pertanian barang ekspor yang
menggunakan metoda dan organisasi produksi yang tradisional, dan lain-lain.
Faktor-faktor lain, selain penggunaan modal yang lebih banyak, yang menyebabkan
perbedaan tingkat produktivitas antara sektor moderen dan sector tradisional
menjadi sangat tinggi antara lain: tingkat pendidikan para pekerja,teknik
produksi, dan organisasi produksi.
3. Dualisme Finansial
Hla Myint (1967) meneruskan studi Higgins tentang peranan pasar
modal dalam proses terjadinya dualisme. Myint membuat analisis mengenai pasar
uang yang terdapat di NSB dan menunjukkan adanya dualisme finansial.Pengertian
dualism finansial ini menunjukkan bahwa pasar uang di NSB dapat dipisahkan ke
dalam 2 kelompok yaitu pasar uang yang memiliki organisasi yang baik (organized
moneymarket) dan pasar uang yang tidak terorganisir (unorganized money
market).Pasar uang jenis pertama terdiri dari Bank-bank komersial dan
lembaga-lembaga keuangan non-Bank.Lembaga-lembaga tersebut terutama sekali
terdapat di pusat-pusat bisnis dan kota-kota besar.Perkembangan pasar uang
tersebut bersamaan dengan adanya perluasan investasi untuk mengembangkan
perkebunan tanaman ekspor dan perusahaan-perusahaan pertambangan.
Oleh karena itu, pada mulanya kegiatan lembaga keuangan tersebut
terutama sekali bertujuan untuk menyediakan pinjaman-pinjaman kepada
perusahaan-perusahaan tersebut.Namun setelah NSB mencapai kemerdekaan,
pemerintah mereka mengadakan berbagai usaha yang bersifat mendorong
lembaga-lembaga keuangan modern untuk memberikan pinjaman kepada sektor-sektor
ekonomi lainnya, terutama kepada sektor industri dan sektor pertanian
rakyat.Sedangkan pasar uang yang tidak terorganisir adalah pasar uang yang
tidak berbentuk lembaga keuangan formal.Misalnya para rentenir, para petani
kaya, pedagang-pedagang perantara, dan pemilik-pemilik modal di daerah-daerah
lain dalam negara tersebut.
4. Dualisme regional.
Dualisme regional ini banyak dibicarakan para ahli sejak tahun 1960-an.
Pengertian dualisme regional ini adalah ketidak seimbangan tingkat pembangunan
antar berbagai daerah dalam suatu negara.Ketidakseimbangan ini sebenarnya
terdapat juga di negara-negara maju, tetapi keadaannya tidaklah separah seperti
yang terjadi di NSB.Selain itu, di negara-negara maju ketidakseimbangan itu
cenderung bertambah kecil.Di NSB keadaannya berbeda. Di NSB, pada tahap awal
proses pembangunannya, perbedaan tingkat pembangunan antar daerah semakin buruk
dibandingkan pada masa lalu.
Ada beberapa daerah yang
herkembang sangat pesat sehingga banyak di antaranya mencapai keadaan ekonomi
dan sosial yang sudah mendekati negara maju, sedangkan di lain daerah
perkembangannya sangat lambat dan bahkan mungkin mengalami kemunduran. Dualisme
regional ini bisa mengakibatkan bertambah lebarnya kesenjangan (gap) tinqkat
kesejahteraan antara berbagai daerah.Selain itu, dualisme regional yang semakin
buruk juga hisa menimbulkan masalah-masalah sosial-politik yang dapat
mengharnbat usaha untuk mempercepat lajunya pertumbuhan ekonomi di NSB.
Dualisme regional di NSB
dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
1. Dualisme antara daerah perkotaan dan pedesaan
2. Dualisme antara pusat negara, pusat industri dan
perdagangan dengan daerahdaerahlain dalam negara tersebut
Kedua jenis dualisme
tersebut timbul terutarna sekali sebagai akibat dari investasiyang tidak
seimbang antara daerah perkotaan dengan daerah pertanian
(pedesaan).Ketidakseimbangan tersebut akhirnya menyebabkan kesenjangan antara
pusat negara dengan daerah-daerah lainnya dan antara daerah perkotaan dengan
daerah pedesaan bertambah besar.
0 Comments:
Post a Comment